LUIS SEPULVIDA : "Sometimes wine is the liquid manifestation of silence!"

Sabtu, 17 April 2021 19:41 WIB

Share
LUIS SEPULVIDA :

Menemukan kabar seorang sastrawan berpulang karena diserang virus corona, saya merasakan duka yang nyeri. Ia Luis Sepulvida. Saya membaca novelnya, Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta, yang diterbitkan oleh Marjin Kiri, beberapa tahun lalu. Dan terpesona dengan caranya bercerita, pikiran dan sikapnya, serta perjalanan hidupnya. “Novel ini takkan sampai ke tanganmu, Chico Mendes, sobat terkasih yang irit ucapan dan banyak tindakan, tapi (Hadiah Sastra) Tigre Juan jadi milikmu juga dan milik mereka semua yang meneruskan langkahmu, langkah bersama kita dalam mempertahankan bumi satu-satunya yang kita miliki", tulisnya mengawali novelnya yang berhalaman ringkas, hanya 105 halaman yang diterjemahkan dengan bagus oleh Ronny Agustinus.

Selamat jalan, Bung!

Berikut ini, saya kutipkan catatan yang diibuat oleh Irfan T.P., tentang novel itu, dan tentang Luis. Lalu, ada wawancara Bernard Magnier, seorang jurnalis Perancis, dengan Luis yang dimuat dalam Unesco Courier, Januari 1998.

***

“Bertongkatkan ranting itu ia berangkat menuju El Idilio, menuju gubuknya, menuju novel-novelnya yang membicarakan cinta dengan kata-kata yang demikian indah sampai kadang membuatnya lupa akan kebiadaban umat manusia,” tulis Luis Sepúlveda mengakhiri kisahnya.

Antonio Jose Bolivar Proano adalah pak tua yang tinggal di El Idilio, Ekuador. Di tepi sungai Amazon, dilingkung rimbun hutan hujan tropis yang mulai terserang hama: hasrat eksploitasi manusia modern. Ia berasal dari sebuah kampung nun jauh di sana, di mana masyarakatnya doyan bergosip, menyalakan bara desas-desus tentang istrinya yang tak kunjung mengandung.

Mereka akhirnya memutuskan untuk hijrah, dan sampai di tepi hutan yang sama sekali tak mereka kenali. Hujan datang hampir sepanjang tahun. Serangga buas. Tak becus berburu. Singkatnya: kehidupan mereka amat payah. Dolores Encarnacion del Santisimo Sacramento Estupinan Otavalo adalah istrinya. Perempuan yang nama lengkapnya amat menyusahkan itu tidak bertahan melewati tahun kedua, ia disergap demam tinggi. Malaria menyiksanya.

Orang-orang Shuar — Sepúlveda menulisnya: penduduk lokal dengan wujud setengah telanjang, wajah dicat sari buah achiote warna ungu dan dihiasi ornamen aneka warna di kepala dan tangannya, datang membantu para pendatang yang bermukim di tepian sungai, termasuk pak tua. Mereka mengajari berburu, memancing, membangun pondok yang kokoh, dll.

Setelah tinggal sendiri, pak tua banyak belajar pada orang-orang Shuar. Ia meski tidak termasuk orang Shuar, namun sikap dan kemampuannya dalam mengakrabi alam sama dengan orang Shuar. Sesudah mereka berpisah, pak tua akhirnya memilih tinggal di El Idilio, di sebuah gubuk yang agak jauh dari pemukim lainnya. Ia doyan menyuntuki buku-buku yang bercerita tentang cinta yang ia dapatkan dari seorang dokter gigi.

Halaman
Reporter: Ayubbadrin
Editor: Admin Sumut
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler