MEDAN SEHARUSNYA MEMANG TIDAK BOLEH MENGALAMI BANJIR

Selasa, 21 Desember 2021 10:54 WIB

Share

 

Sama dengan Kota Parijs yang dibelah Sungai Seine menjadi Parijs Utara dan Parijs Selatan, Medan juga dibelah aliran air permukaan yang dikenal dengan Sungai Deli menjadi Sungai Deli Timur dan Sungai Deli Barat. Karena kesamaan ini maka Belanda menamakan Sungai Deli dengan Sei(ne) Deli. Bahkan Medan dinobatkan sebagai Parijs van Soematra. Gaya bangunan kantor berkiblat ke Eropah. Agar kota Medan memang layak mendapat julukan Parijs van Soematra, pemerintah kota pada waktu itu telah membangun hampir 200 km kanal sebagai saluran drainase. Medan  dengan luas 265,10 Km2 berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 M diatas permukaan laut. Kombinasi ketinggian dan banyaknya saluran drainase buatan, maka seharusnya Medan memang tidak boleh menjadi kota langganan banjir.

Perbedaan antara rencana dengan kenyataan membuat Medan bagai tak putus dirundung banjir. Konsep pembangunan kanal yang pasti harus diikuti dengan perawatan tidak sempat dipahami, karena kekuasaan sudah berpindah tangan. Fakta menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 117 titik banjir di Kota Medan. Pada tahun 2021 terdapat 1514 titik banjir di Medan. Pada tahun 2011 itu sudah diketahui penyebab genangan adalah karena saluran drainase sudah dipenuhi sedimen. Pejabat kota pada era itu menyatakan bahwa mereka tidak mampu mengatasi genangan karena sebagian penyebab bajir berada di bawah kekuasaan pemerintah pusat. Padahal pada waktu itu mereka sudah punya data, wilayah penyebab genangan air berada di bawah kekuasaan mereka. Biasalah, cari selamat. Kalau dulu kipper Acong terkenal gaya buang badan untuk menyelamatkan gawangnya. Gaya buang badan pejabat kota soal banjir mengakibatkan terjadinya genangan air dimana-mana yang merendam derita masyarakat.  

Belanda sangat menjaga kenyamanan hidup di Medan. Daerah sumber air bersih dan sekaligus sebagai pengaman Kota Medan dari banjir aliran air permukaan (sungai), dinyatakan sebagai kawasan lindung. Saat ini kita membiarkan terjadinya kerusakan tegakan pohon dan lantai hutan pada daerah kawasaan lindung. Kita tak berbuat apa apa untuk menjaga kualitas hutan di daerah hulu. Sebagai upaya pengurangan air Sungai Deli masuk Medan waktu volumenya sedang tinggi,  pemerintah membangun kanal yang dimaksudkan untuk mengalihkan sebagian air Sungai Deli ke Sungai Percut. Ketidak berfungsian kanal itu sudah diketahui  Pemko Medan dan Pempropsu sejak tahun 2011. Tidak ada upaya memperbaiki kesalahan itu. Padahal upaya memfungsikan kembali kanal sesuai tujuannya secara teknis dapat dilakukan dengan mudah dan murah. 

Bila diurai, penyebab banjir adalah tingginya curah hujan. Air hujan sebenarnya merupakan air yang relatif sangat bersih. Air hujan yang bersih ini akan bergabung dengan air dari comberan maupun air septic tank yang meluap, serta dibebani lagi dengan sampah rumah tangga dan industri sehingga kualitasnya jadi tak layak guna. Tercemar hingga tercemar berat. Bila saluran air tersumbat oleh sedimen, maka air tercemar ini akan menggenang. Seharusnya air hujan yang bersih sebelum tercemar dapat disimpan menambah cadangan air bersih dalam tanah. Memasukkan air bersih ke dalam tanah langsung ke akifer air akan mengurangi volume air di drainase yang jadi penyebab banjir. Konsep penyelamatan air bersih ini sudah dibuktikan berhasil oleh Sdr. Ir. Awaluddin Thayab, M.Sc.  yang disebutnya Sumur Laluan. 

Bila diamati genangan air yang sudah mencapai 1.514 titik, semua terjadi  akibat saluran drainase hampir di seluruh wilayah Kota Medan tersumbat oleh sedimen.  Air hujan yang seharusnya masuk ke saluran drainase terpaksa berada di luar saluran drainase. Sedimen pada saluran drainase terbuka bisa dikeluarkan menggunakan peralatan kampung seperti sekop dan cangkul. Tetapi bila volume sedimennya besar dan juga sebagian besar berada dalam saluran tertutup, maka perlu menggunakan peralatan mekanis seperti pompa. Ada beberapa jenis pompa seperti pompa korek, pompa keruk, pompa bertekanan tinggi yang harus dikombinasikan tergantung kondisi sedimen yang akan dikeluarkan. Semua jenis pompa ini sudah dapat ditemukan di pasar peralatan mekanis dengan harga yang relatif murah dibandingkan hasil kerjanya. Selain pompa juga ada backhoe.

Banjir di wilayah Medan yang perlu mendapat perhatian adalah banjir Rob yang mendatangkan bencana bagi masyarakat Belawan. Banjir Rob terjadi karena muara Sungai Deli di daerah Belawan yang dikenal sebagai Kuala Deli juga sudah dipenuhi sedimen. Sedimen berasal dari pengerjaan normalisasi Sungai Deli. Selain merubah secara total kiri kanan wajah tepian Sungai Deli, pengerjaan normalisasi telah menghanyutkan material pasirnya sebagai penyebab pendangkalan Kuala Deli. Ombak laut yang biasanya teredam di Kuala Deli terpaksa naik ke darat. Daerah Belawan terutama Bagan Deli dan Kampung Kurnia sejak tahun 2010 telah mengenal namanya Banjir Rob. Sama dengan keadaan parit Medan yang tak mendapat perawatan secara benar, Sungai Deli (dan semua kanal) semakin dangkal. Banjir Rob pun berulang dan makin meluas paparannya. 

Bila tidak ada upaya untuk mengangkat sedimen di seluruh saluran drainase primer, sekunder dan tertier maka derita masyarakat Medan akan terus berlanjut dan bahkan kualitas dan kekerapannya akan terus meningkat. Semua pihak dunia telah tahu bahwa kondisi cuaca ekstreem menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi dan juga hantaman ombak yang besar. Rencana membuat tanggul untuk mengatasi Rob Belawan tentu akan berhadapan dengan hantaman ombak di satu sisi dan tingginya volume air yang turun dari darat menuju laut. Bila terjadi saat bersamaan antara hujan di darat dan ombak dari laut serta tidak cukup energy listrik untuk menghidupkan pompa maka masyarakat Belawan akan hidup di danau yang sedang terterpa ombak. Tak usahlah berandai andai, mari berfikir secara sederhana saja. Karena masalahnya adalah sedimen, maka penyelesaiannya juga adalah dengan mengangkat sedimennya. Keruk, korek dan angkat. Mengatasi masalah banjir dan curah hujan tinggi tidak bisa dilakukan dengan cara menutup mata seperti yang dilakukan sekarang. Takut orang lalu lalang di jembatan melihat kondisi akibat terjadinya banjir berulang, maka kiri kanan jembatan dibuat pagar tinggi. Hilang masalah di mata, tapi tak hilang masalah di badan. Basah terendam. 

 Jaya Arjuna. (Pengamat Lingkungan Kota Medan) 

Reporter: Admin Sumut
Editor: Ayubbadrin
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler